Lintas asia net Sungai Penuh – Kasus dugaan tindakan asusila yang diduga dilakukan oleh oknum Sekretaris Desa (Sekdes) Koto Renah, Kecamatan Pesisir Bukit, Kota Sungai Penuh, berinisial EH, terhadap seorang perempuan penyandang disabilitas berusia 19 tahun, hingga saat ini belum menunjukkan perkembangan berarti. Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Polres Kerinci beberapa waktu lalu, namun belum ada kejelasan tindak lanjut dari aparat kepolisian.
Informasi dari media menyebutkan bahwa korban dan terlapor dikabarkan telah melakukan upaya perdamaian tanpa sepengetahuan aparat yang menangani kasus ini. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dan pertanyaan besar di kalangan masyarakat serta pemerhati hukum, karena dikhawatirkan dapat mengaburkan proses penegakan hukum terhadap kasus serius yang melibatkan korban dari kelompok rentan.
Penghentian proses hukum dengan alasan perdamaian tidak dapat dibenarkan, terutama dalam kasus tindak asusila yang menimpa perempuan penyandang disabilitas. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi korban dan menegakkan keadilan.
Secara hukum, perlindungan bagi korban dalam kasus ini diatur dalam beberapa landasan, yaitu:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk kekerasan seksual.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang secara tegas menyatakan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian di luar proses hukum. Dengan demikian, perdamaian keluarga tidak menghapus adanya tindak pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang memperlakukan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan, sehingga pelaku tetap harus diproses secara pidana walaupun korban atau keluarganya memaafkan.Dengan demikian,
upaya perdamaian hanya dapat dilakukan dalam konteks sosial untuk menjaga hubungan antarwarga, namun tidak menghapus tanggung jawab pidana pelaku. Aparat penegak hukum wajib melanjutkan proses penyidikan hingga proses pengadilan.
Kasat Reskrim Polres Kerinci, AKP Very Prasetyawan, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, menyampaikan bahwa kasus ini masih dalam proses penyidikan.
Kasus ini mendapat perhatian serius dari masyarakat, khususnya kalangan pemerhati hak perempuan, anak, dan penyandang disabilitas di Kota Sungai Penuh. Mereka menilai dugaan tindakan asusila oleh aparat desa terhadap perempuan penyandang disabilitas sebagai pelanggaran moral dan hukum yang tidak dapat ditoleransi.(Ance)